3 Oktober 2015

Cerita Dewasa Anto Dengan Anna Gadis Arab

Cerita Dewasa Anto Dengan Anna Gadis Arab


Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. Ada sebuah peluang proyek baru di sana. Aku berangkat dengan seorang Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggallah aku di sana mengurus segala perijinan sendirian saja.

Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar di lantai dua yang letaknya menghadap ke laut. Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut.

Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 24 kamar. Akupun cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran selama hampir tiga minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau brur, tapi pikiran masih tersita ke pekerjaan.

Tak terasa sudah tiga minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul dua ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya becek dan sudah kendor, tapi lumayanlah untuk mengurangi sperma yang sudah penuh.

Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam satu minggu hanya ada empat penerbangan dengan twin otter, kapasitasnya hanya 17 seat. Belum lagi cadangan khusus bagi pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.

Alternatif lainnya adalah naik kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai di ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut.

Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di kafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang saja aku kurang puas dengan permainannya.

Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada seorang wanita yang baru masuk ke kafe. Wanita itu bertubuh tinggi, mungkin 167 cm, badannya sintal dan dadanya yang membusung. Wajahnya kelihatannya bukan wajah Melayu, tetapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengerdipkan mata ke arahku.

"Bapak berminat? Kalau ini dijamin oke, Arab punya," katanya.

Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.

"Anna, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini," kata security hotel itu.
"Aku mau karaoke dulu," balas wanita tadi. Ternyata namanya Anna. Anna berjalan ke arah meja karaoke dan mulai memesan lagu.

Ruang karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus, lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa jadi ikut berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service kafe untuk tamu yang makan di sana.

"Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi," kata security tadi kepadaku.
Aku berjalan ke dan duduk di dekat Anna. Kuulurkan tanganku, "Boleh berkenalan? Namaku Anto".
"Anna," jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus amat, lumayanlah. Cukup memenuhi standar kalau ada pertunjukan di kampung.

Beberapa lagu telah dinyanyikan. Dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mic ke tamu kafe di dekatnya.

"Sendirian saja nona atau..," kataku mengawali pembicaraan.
"Panggil saja namaku, A.. N.. N.. A, Anna," katanya.

Kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Anna berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo, termasuk salah satunya bintang film remaja tahun 80-an. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat.

Kutawarkan untuk ngobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks dan privacy terjaga. Ia menurut saja. Kami masuk ke dalam kamar. Security hotel tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya ke arahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Anna masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi.

Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Anna seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah dua tahun meninggalkannya namun Anna tidak diceraikan. Ia sedang mencoba untuk membuka sebuah usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan di sini. Di kota ini ia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu ia juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di kafe. Dari tadi siang ini koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan kafe.

Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. Aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan berangsur-angsur tangan kiriku menuju ke dadanya. Sebelum tanganku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, "Mau apa kamu, Anto?" Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab.

Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku.

"Ayolah Anna, dua tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama itu tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki," kataku mulai merayunya.

Kuhembuskan napasku dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya

"Akhh, tidak.. Jangan..," rintihnya.
"Ayolah An, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam".

Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. Tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana.

Kududukkan ia di tepi ranjang. Aku berdiri di depannya. Tangannya mulai membuka ikat pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos.

Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakkan mulutnya maju mundur. Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya.

Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku yang duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.

Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya. Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku, sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukkan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara itu lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepalaku. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai.

Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, "Sllruup..". Kembali ia menjilat dan menciumi penisku beberapa saat. Ia naik ke atas ranjang dan duduk di atas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku. Tangannya menarik kepalaku meminta agar aku menjilat vaginanya dalam posisi demikian.

Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakkan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. Tangannya ke belakang diletakkan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.

Ia bergerak ke samping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkaM gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilat. Kadang kumisku kugesekkan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih, "Anto, ayo kita lakukan permainan ini. Masukkan sekarang..".

Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkannya ke lubang vaginanya. Beberapa kali kucoba untuk memasukkannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali. Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga dapat menembus vaginanya. Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa satu setelah yang dua lagi kupakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah untuk melakukan penetrasi. Namun aku ragu untuk mengambilnya, Anna kelihatannya sudah dipuncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom.

Kukocok penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya.

"Anto.. Kencangkan dan cepat masukkan," rintihnya.


Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus vaginanya.

Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong vaginanya. Aku merasa bahwa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.

Kugulingkan badannya dan kubiarkan ia menindihku. Anna bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.

Anna merebahkan tubuhnya, merapat di dadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk meraih kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku di bawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak terfokus pada permainan ini.

Lima belas menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anna sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian menciumi leher dan telingaku.

"Ouhh.. Anto, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kamu masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..".

Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot PC-ku dan gerakan tubuh Anna pun semakin liar. Akupun mengimbanginya dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.

Kepalanya bergerak ke sana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. Sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. Bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan di atas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikuti gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan.

Semenit kemudian..

"Aaggkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh," Anna memekik.

Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.

"Ouhh.. Ann.. Nna. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!"

Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. Pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.

"Anto.. Ouhh Anto.. Aku juga..".

Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. Dengan kaki saling mengait aku menahan gerakan tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling berbalasan dengan denyutan di penisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. Ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring di atas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anna berguling ke samping setelah menarik napas panjang.

"Luar biasa kamu Anto. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. Tapi kamu sanggup membawaku terbang ke angkasa," katanya sambil mempermainkan bulu dadaku.
"Akupun rasanya hampir tak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit," kataku balas memujinya.

Memang kalau tadi aku harus bermain di atas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik brur!

"Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?"
"Nggak ah, asli Indonesia lho..".

Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dan kaus tanpa lengan. Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam.

Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali menciumi rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.

"Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?" tanyaku.
"Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi. Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya," katanya enteng.

Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. Yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku.

Matahari sudah jauh condong ke barat, sehingga tidak terasa panas. Hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku ke balik bajunya dan kuremas dadanya.

"Hmmhh..," ia bergumam.
"Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin," kataku.

Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.

"I want more, honey!" kataku.

Kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anna di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.

Anna mengerti maksudku. Didekatkannya kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dengan keras, siap untuk kembali mendayung sampan menuju ke pulau nirwana.

Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir vaginanya kubuka. Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.

"Ouhh Anto.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup To!" ia berteriak.

Aku tak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair yang mulai bercampur dengan lendir vaginanya.

"Anto.. Maniak kamu..," ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan di bagian dalam bibir vaginanya dan klitorisnya.

Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.

Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kurangsang dia sampai mendekati puncaknya. Yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya. Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.

Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian dan kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. Tangan kananku memegang kepalaku dan menekankannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku duduk di dadanya. Kini ia yang memberikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.

Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain di sekitar payudaranya. Anna kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku kemudian menggesekkannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. Kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya.

Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.

"Anto.. Ayo.. .. Masukk.. Kan!"

Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikutinya saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba kumasukkan penisku ke dalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk menembus bibir vaginanya. Tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya.

Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos dalam liang vaginanya.

Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Anna masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.

Kupercepat gerakanku dan Anna bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak-gerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya, kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat.

Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur ke belakang, menggenggam penisku dan segera menyusupkannya ke dalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan mengerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. Kami berciuman dalam posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksinya kegiatannya.

Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Ia pun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Anna semakin keras berteriak dan sebentar-sebentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.

Anna berbalik telentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai ia mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya.

Kami berguling sampai Anna berada di atasku. Anna menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.

"Ouhh.. Anna," desahku setengah berteriak.

Anna bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya maka penisku seperti disedot sebuat pusaran. Anna mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. HidungNya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.

Anna bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. Kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan dua kakinya. Dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali. Kepalanya direbahkan di dadaku dan bibirnya mengecup putingku.

Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilat dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.

Anna kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh dinding rahimnya.

Kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Anna menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakkan pantatnya maju mundur sambil menekan ke bawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama-semakin cepat ia mengerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. Darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat di sekujur tubuhku.

"Ouhh.. Sshh.. Akhh!" Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan.
"Tahan An, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu".

Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.

"Anto.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!" ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.

Aku bangkit dan duduk memangku Anna. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus aktif bergerak.

Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengah saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sekali kutusukkan penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati.

Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada di atasnya kembali.

Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya hingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya ku jepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan sekali kemudian kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku mengenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis. Kukembalikan kakinya pada posisi semula.

Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi.

Kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anna kelihatannya sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat.

Kini kurasakan desakan yang kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.

Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepas jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikkan, "OK baby, kini saatnya..".

Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikkan pinggulnya. Bibirnya menciumiku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.

Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.

Denyutan demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.

"Anna.. Ouhh.. Yesshh!!"
"Ahhkk.. Lakukan Anto.. Sekarang!"

Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam vaginanya. Kutekankan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap kali otot PC-ku kugerakkan.

Napas yang kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. Kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada lagi suara yang terdengar. Hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berubah berangsur-angsur menjadi teratur.

Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Anna menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki yang bernama Anto.

Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentu saja mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua.

Esoknya setelah kucek ke agen Merpati ternyata aku masih dapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika check out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum.

"Terima kasih, Pak," katanya sambil menyambut tasku dan membawakannya ke mobil.
"Kapan ke sini lagi, Pak? Kalau Anna nggak ada, nanti saya akan carikan Anna yang lainnya lagi," bisiknya ketika mobilku sudah berangkat ke bandara.

Anna mengantarku sampai ke Bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami.

Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternyata Anna tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelepon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Anna berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Timur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Anna, Arabian Girl who has passion as like as Arabian Horse.

E N D